Tasawwuf adalah suatu istilah dalam bersuluk dan ibadah. Tasawwuf mempunyai dua sisi penting yang selalu berdampingan dan tidak bisa dipisahkan, yaitu suluk (akhlak) dan ibadah.
Dalam hal ini, tasawwuf merupakan pengaplikasian dari makna ihsan yang disabdakan oleh Rosulullah shollahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Muslim dari sahabat Umar bin Khottob :
قال فأخبرني عن الإحسان. قال أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فانه يراك
Malaikat Jibril bertanya (kepada Rosulallah): “Beri tahu aku tentang ihsan!. “Nabi menjawab: “(Ketika) engkau menyembah Allah, (sembahlah) seakan-akan engkau melihatnya. Jika engkau tak melihatnya, maka (ketahuilah) sesungguhnya Allah itu melihatmu.”
Baca juga Cerita Ramadan di Negeri Dua Nil
Disiplin Ilmu
Bila diibaratkan sebuah madrasah, tasawwuf bagaikan sebuah madrasah raksasa. Karena, sejak zaman Nabi sampai hari ini, madrasah tasawwuf telah melahirkan banyak ulama robbaniyyin dalam berbagai disiplin ilmu agama; baik tafsir, hadis, fikih dan lainnya.
Kalau kita melihat sejarah masuknya Islam ke kepulauan Melayu, kita akan takjub, karena Islam di kepulauan yang dihuni hampir sepertiga dari jumlah muslim dunia ini, tidak disebarkan dengan pedang, penumpahan darah, perang atau dengan ekspansi perluasan khilafah islam. Namun, sejarah mencatat bahwa yang pertama kali menyebarkan islam di kepulauan melayu adalah para ulama Sufi, atau biasa dikenal dengan walisongo. Para wali ini datang dari Hadromaut, lalu singgah di Persia dan India, kemudian terus ke timur, lalu sampai ke Indonesia untuk menyebarkan agama Islam.
Teori yang mengatakan bahwa masuknya Islam ke indonesia melalui para pedagang, bisa dikatakan kurang tepat. Yang tepat adalah para ulama sufi yang berdakwah dengan cara berdagang agar bisa berinteraksi dengan masyarakat Indonesia saat itu secara langsung, sehingga mempermudah dakwah mereka. Dakwah model wali songo ini sampai sekarang masih dijaga dan dipertahankan oleh jam’iyyah Nahdhotul Ulama, yang mana merupakan organisasi islam terbesar di dunia dari segi kuantitas dan jumlah anggotanya.
Adapun sejarah masuknya islam ke Sudan, sesungguhnya sudah dimulai sejak zaman kekhalifahan Utsman bin Affan. Beliau mengutus Abdullah bin Sa’d bin Abi Sarroh ke Mesir dan kemudian diperintahkan untuk menjadi gubernur di bumi Kinanah tersebut. Setelah menjadi gubernur, Abdullah ingin memperluas dakwah islam dengan menaklukan kerajaan Nouba (kerajaan Kristen di Sudan saat itu). Sang gubernur dan bala tentaranya pun pergi menuju Nouba, namun takdir Allah berkehendak lain, mereka belum ditakdirkan untuk menaklukan Nouba.
Mereka hanya sampai di wilayah Donggola, Sudan Utara, di sana mereka membangun masjid pertama di bumi Sudan, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Sahabat.
Seiring waktu, pesatnya penyebaran agama Islam di negara-negara sekitar Sudan, menyebabkan terjadinya perpindahan penduduk muslim dari Mesir melalui Darba’ Arbain, pelabuhan Aizab, Mushowwa dan lainnya.
Begitu juga imigrasi muslim dari Jazirah Arab dan Maroko ke negeri Sudan. Inilah sejarah awal masuknya islam ke negeri seribu darwis ini.
Kemudian datang Syeikh Ghulamullah Ibnu ‘Aid ar-Rikabi, seorang alim penganut tarekat Syadziliyah dari negara Yaman melalui pelabuhan Mushouwa’, lalu bermukim di wilayah Donggola. Ketika sampai di Donggala, beliau mendapati beberapa penduduk muslim sudah tinggal di wilayah tersebut, namun mereka tidak tahu sedikitpun mengenal agama Islam kecuali hanya syahadat dan shalat saja.
Beliau pun memutuskan untuk berdakwah dengan membuat kholwah (pondok) untuk mengaji dan menghafal Alquran serta membangun masjid. Kholwah inilah yang sekarang dikenal sebagai kholwah tertua di Sudan.
Lalu datang seorang alim dari maroko yaitu Syeikh Sayyid Hamad Abu dannanah. Beliau merupakan tokoh yang pertama kali menyebarkan tarekat syadziliyah di Sudan. Syeikh Hamad merupakan menantu dari pengarang Dalailul Khoirot, Syekh Sulaiman al-Jazuli. Beliau menikahi putri Syeikh Sulaiman di Maroko. Setelah itu beliau dan istrinya hijrah ke Sudan, dan mempunyai banyak buah hati, dan kesemuanya adalah perempuan. Nah, dari rahim putri-putri Syeikh Hamad ini melahirkan banyak tokoh yang terkenal sebagai para waliyullah.
Kemudian datang juga seorang alim dari Baghdad, Syeikh Tajuddin Muhammad al-Buhari.
Beliau datang ke Sudan yang sebelumnya menyambangi Makkah al-Mukarromah, beliau kemudian dikenal sebagai orang pertama yang mengajarkan tarekat Qodiriyah Di Sudan. Yang menarik, jalur penyebaran tarekat Qodiriyah di Sudan tidak hanya melalui Syeikh Tajuddin saja, ada jalur lain yaitu melalui Syeikh Abdullah al-Aroqy, beliau pergi ke Makkah dan mengambil tarekat Qodiriyah dari murid Syeikh Tajuddin, yaitu Syaikh Habibullah bin Hasan al -Ajami.
Kemudian Syeikh Abdullah al-Aroky pergi ke Sudan dan menyebarkan tarekat Qodiriyah juga. Berarti, ada dua jalur sanad tarekat Qodiriyah di Sudan; Pertama, melalui Syaikh Tajuddin secara langsung. Dan yang kedua melalui Syaikh Abdullah, yang mana juga bersambung ke Syaikh Tajuddin.
Pada saat yang sama dalam perkembangan Qodiriyah di Sudan, datang seorang ulama dari Maroko bernama Syeikh Khotil Insani, beliau merupakan salah satu penganut tarekat Syadziliyah. Beliau dan murid-muridnya lah yang pertama kali menyebarkan ilmu tauhid, ilmu kalam dan ilmu qiraat di Sudan, sekaligus menyebarkan tarekat syadziliyah, meskipun masih kalah gencar dengan tarekat Qodiriyah.
Lalu datang lagi penganut syadziliyah, yaitu Syeikh Abdurrahman bin Jabir ar Rikabi, beliau juga menyebarkan fiqih madzhab Maliki dan akidah ahlussunnah wal jama’ah asy’ariyah di Sudan. Lalu datang Syeikh Ibrahim al-Farodhi, penyebar ilmu faroid pertama kali di Sudan.
Kemudian di wilayah Nil putih (abyadh) ada Syeikh Mahmud al-Aroky, penganut tarekat syadziliyah, beliau merupakan ulama yang pertama kali mengajarkan ilmu pernikahan di Sudan, terutama bab talak dan iddah. Diriwayatkan bahwa dulu penduduk Sudan menikah di pagi hari dan mentalak di sore hari, lalu tidak ada lagi adat seperti itu sejak datangnya Syeikh Mahmud al Aroky.
Ada banyak taraket sufi yang berkembang di Sudan, dari sekian banyak tersebut yang menjadi mayoritas dan mempunyai banyak pengikut yaitu; tarekat Qodiriyah (Syeikh Abdul Qodir al -Jaelani), tarekat Sammaniyah (Syeikh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al -Madani), tarekat Khotmiyah (Syeikh Muhammad bin Utsman al-Khotmi), tarekat Tijaniyah (Syeikh Abul Abbas Ahmad at-Tijany), tarekat Ahmadiyah (Syeikh Ahmad al-Badawy) dan tarekat Syadziliyah (Syeikh Abul Hasan as-Syadzili).
Di seluruh dunia, ada banyak sekali tarekat sufi yangberkembang, namun muara dan asal usul dari kesemuanya itu bersumber dari tujuh tarekat induk, yaitu tarekat Qodiriyyah, tarekat Ahmadiyah Badawiyah, tarekat Naqsyabandiyah, tarekat Syadziliyah, tarekat Dasuqiyah Burhaniyah, tarekat Kholwatiyah Dan tarekat Ahmadiyah Rifaiyyah.
Demikian lah, dari pemaparan di atas sangat jelas sekali bahwa ulama Sufi atau tarekat mempunyai peran yang sangat besar dalam menyebarkan agama dan keilmuan islam di Sudan. Mereka pula lah yang telah membangun pondasi awal eksistensi islam di negeri dua nil atau negeri seribu darwis, Sudan. bahkan bukan hanya Sudan, masuknya dan perkembangan dakwah islam di kepulauan Nusantara pun dimotori oleh para ulama sufi.
(Ringkasan sang penulis dari Darusan Ilmu ke-Sudanan oleh Syaikh Awadh Karim Utsman al-Aqly (Musytsayar PCINU Sudan & kepala bidang ke ilmuan Majma’ Sufi Sudan), tentang Muqodimah Ammah fit Tashowuf as-Sudany (Pengantar Umum Tasawwuf Sudan).
Pena Darwis,
Selasa, 6 agustus 2019.
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)