HSN 2019, PCINU Sudan Mengupas Trailer The Santri

Lesbumi NU Sudan berkolaborasi dengan Lakpesdam NU Sudan mengadakan KONOTASI (Kongkow Nonton & Diskusi) yang bertemakan “The Santri Digugat (?)” dalam rangka menyambut Hari Santri Nasional 2019 di Wisma PCINU Sudan, Khartoum (05/10/19). Di dalam acara tersebut membahas dan mengupas polemik yang terjadi dan bagaimana seharusnya bersikap dan memandang film The Santri.

Perlu diketahui, saat ini pergulatan medsos memanas sehingga menimbulkan dualisme dalam memahami film The Santri yang belum tayang, berita viral yang membuat risi pada masyarakat akan masa depan pesantren dan membuat para tokoh agama berusaha menjelaskan dengan baik agar masyarakat tidak terkontaminasi diantara mereka dengan saling klaim salah terhadap satu sama lain dalam memahami eksistensi dunia pesantren.

Di kesempatan malam itu Lesbumi dan Lakpesdam mengundang dua pemateri, yaitu Ustadz Daniel Alya, S.Pd. (pro produksi The Santri) dan Ustadzah Fatimatuz Zahra, B.Sh. (kontra produksi The Santri) yang kemudian dimoderatori oleh Ustadz Jazlie Huda Syarboness. Acara KONOTASI ini dimulai dengan pemutaran lagu Buruh Tani dan trailer film The Santri dan juga dimeriahkan dengan pembacaan puisi dan lantunan musik oleh grup band LetsBoom akustik.

Baca juga: Urgensi Bahasa Arab dalam Islam

Ustadz Daniel Alya, S.Pd. selaku pihak yang pro atas produksi film The Santri menyatakan bahwa dakwah melalui perfilman merupakan hal yang perlu sekali karena begitu banyak penonton bioskop di era ini.

“Dunia perfilman sudah memberikan hasil yang signifikan. Dilihat dari data, penonton bioskop selalu meningkat, dan tentunya bukan santri yang memenuhi bioskop itu, melainkan anak-anak milenial yang sangat awam. Sehingga sangat perlu sekali untuk berdakwah melalui film.” Ujarnya.

Ustadzah Fatimatuz Zahra, B.Sh. selaku pihak yang kontra menyatakan bahwa film The Santri adalah inovasi baru yang ditujukan untuk berdakwah namun Livi Zheng yang notabene adalah sutradara dari Hollywood menyebabkan film The Santri keluar dari definisi santri itu sendiri.

“Livi Zheng diagung-agungkan karena berasal dari Hollywood, namun patut dipertanyakan juga, bagaimana mungkin dia menyutradarai film yang dibintangi oleh artis biasa. Di dalam trailernya sudah ada banyak kontroversi untuk film ini terutama adegan masuk gereja dan pertemuan dua insan ajnabiyah. Dari keadaan sutradara yang dari luar negeri menjadikan film The Santri ini menjadi hilang definisi santri itu.” Ujarnya.

Diskusi dengan keadaan santai ini mendapat tanggapan aktif dari peserta yang hadir.

“Pro dan kontra mengenai trailer The Santri saya sepakat bahwa trailer sangat tidak bisa untuk dinilai. Untuk film The Santri sebagai film sangat perlu diapresiasi, namun dari segi dakwah sangat tidak bisa dibenarkan, terutama adegan kholwat dan masuk gereja yang tidak mencerminkan tradisi kesantrian.” Ujar Ustadz Faridi, salah satu peserta diskusi.

“Ketika seseorang baru mendengarkan setengah cerita maka ia akan kaget dan mengatakan “Jelek…Jelek…” seperti ungkapan bahasa Arab”عجبت لأناس, يسمعون نصف الحديث, يفهمون ربعه, ويتكلمون أضعافه”.” Kata Ustadz Malik, salah satu peserta diskusi.

Ada pula peserta yang memberikan tanggapan berupa pertanyaan.

“Jika dakwah adalah tujuan utama kenapa film ini tidak menunjukkan santri yang sebenarnya secara keseluruhan?.” Kata Ustadzah Rufaida, salah satu peserta.

Dari pertanyaan tersebut Ustadz Daniel menjawab dengan sebuah cerita dimana dulu ada orang Yahudi yang bertetangga dengan orang Islam. Lama-kelamaan orang Yahudi ini tertarik masuk Islam karena akhlak dari tetangganya itu. Kemudian orang Islam tersebut mengajarkan semua syariat kepadanya. Tak lama kemudian orang Yahudi merasa keberatan dan memutuskan keluar dari Islam. Orang Islam ini kemudian mengadu kepada imam Ja’far Shodiq mengenai kejadian tersebut. Kata imam Ja’far Shodiq “Kamu lah yang menjadi sebab dia masuk Islam dan keluar Islam. Berilah seorang Muallaf ajaran yang ringan-ringan terlebih dahulu”.

“Maka dari itu yang dipertontonkan pada film The Santri adalah sesuatu yang ringan-ringan saja, bukan adat santri yang sangat ketat.” Kata Ustadz Daniel ketika menyimpulkan cerita tersebut.

Acara KONOTASI ditutup dengan closing statement dari kedua pemateri yang pada intinya:

  1. Percontohan jangan dicari di film, carilah di kitab-kitab, di situ banyak sekali percontohan para Ulama.
  2. Jangan cepat menjustifikasi terhadap sesuatu yang belum kita pahami secara menyeluruh.
  3. Menjadi santri, itu berarti mengkontrak diri untuk belajar secara terus-menerus, dimanapun dan kapanpun. (ali/lukman)

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: