Al-Qur’an Al-Karim adalah kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallahu alai wa Sallam melalui perantara Malaikat Jibril dan dinilai beribadah dengan membacanya. mushaf al-Qur’an diawali dengan huruf ب dalam kalimat basmallah dan diakhiri dengan huruf س dalam surat al-Nas. Huruf ب dan س jika digabungkan akan menjadi sebuah lafad بس yang memiliki arti كفاية (cukup), sehingga dapat difahami, bahwa dengan membaca al-Qur’an sudah cukup bagi pembacanya di dunia maupun di akhirat.
Baca juga Perbedaan Penafsiran Ulama dalam Memahami Nash Al-Qur’an
Al-Qur’an Al-Karim mengandung perkara-perkara yang berhubungan dengan keimanan, ilmu pengetahuan, kisah-kisah, peraturan-peraturan yang mengatur semua tingkah laku manusia di dunia, secara individu atau sosial untuk mendapatkan kebahagian haqiqi di dunia dan di akhirat.
Al-Qur’an Al-Karim diturunkan dengan lisan berbahasa arab, sehingga dibutuhkan sebuah ilmu yang khusus untuk memahami isi dan kandungan al-Qur’an, salah satu ilmu untuk memahami isi dan kandungan kitab suci al-Qur’an adalah ilmu tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur’an (ulum al-Qur’an).
Ilmu tafsir dan ulum al-Qur’an merupakan ilmu yang paling mulia, paling tinggi kedudukannya dan luas cakupannya. Kedua ilmu ini disebut sebagai ilmu yang paling mulia, karena kemulian sebuah ilmu itu berkaitan dengan teori dan materi yang dipelajarinya, sedangkan ruang lingkup pembahasan kedua ilmu ini berkaitan dengan Kalamullah al-Haq yang sudah pasti sebagai petunjuk dan pembeda dari perkara-perkara yang haq dan bathil.
Kedua ilmu ini dikatakan paling luas cakupannya, karena seorang yang Ahli Tafsir akan membahas berbagai macam disiplin ilmu, dia terkadang membahas akidah, fikih, akhlak, bahkan terkadang membahas ilmu-ilmu umum yang berkaitan dengan kemukjizatan al-Qur’an. Di samping itu, tidak mungkin seseorang dapat memetik pelajaran dari ayat-ayat al-Qur’an, kecuali dengan mengetahui makna-makna dan rahasia-rahasianya.
Pembahasan
- Metode Penafsiran al-Qur’an al-Karim
Maksud dari istilah asalib al-Qur’an adalah sebuah metode untuk menyampaikan makna-makna al-Qur’an kepada penuntut ilmu dan mendekatkannya pada makna yang sesuai.
Para pakar ulum al-Qur’an al-Karim atau ulum al-Tafsir menyebutkan empat metode penafsiran:
1. Metode Tahlili (analitik)
2. Metode Ijmali (global)
3. Metode Muqarran (perbandingan)
4. Metode Maudhui (tematik)
- Metode Tafsir Tahlili
- Pengertian Tafsir Tahlili
Kata tahlili secara harfiyah berasal dari bahasa arab dengan pecahan dari kata halla yang terdiri dari huruf ha dan lam. Halla memiliki arti membuka sesuatu, sedangkan kata tahlili bentuk mashdar dari kata hallala, yang secara sematik berarti mengurai, menganalisis, menjelaskan bagian-bagian serta fungsinya masing-masing.
Al-Farmawi mendefinisikan metode tafsir tahlili ini sebagai tafsir yang mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dari segi maknanya berdasarkan urutan ayat atau sunnah dalam mushaf al-Qur’an sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut dengan menjelaskan pengertian dan kandungan lafal-lafalnya, hubungan ayat-ayatnya hubungan surat-suratnya, sebab turunnya ayat, hadits-hadits yang berhubunghan dengannya, pendapat para mufassir terdahulu yang di warnai oleh latar belakang pendidikan dan keahlian masing-masing.
Tafsir tahlili merupakan metode tafsir ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala bentuk yang berkaitan dan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan pengetahuan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
- Ciri-Ciri Tafsir Tahlili
Kitab tafsir maupun pemikiran seorang tokoh yang menggunakan metode tafsir tahlili tentunya memiliki ciri-ciri khusus untuk mempermudah dalam menganalisanya. Ciri-ciri tersebut adalah:
- Seorang mufassir menafsirkan ayat demi ayat sesuai dengan urutan dalam mushaf ustmani, yakni dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri oleh surat an-Nas.
- Seorang mufassir menjelaskan makna yang terkandung dalam al-Qur’an secara komprehensif dan menyeluruh, baik makna harfiah setiap kata maupun asbabun nuzul-nya.
- Bahasa yang digunakan metode tahlili tidak sesederhana yang dipakai metode tafsir ijmali.
- Contoh Kitab Tafsir dengan Metode Tahlili
Kitab tafsir terutama kitab tafsir klasik lebih banyak menggunakan metode tahlili, di antara kitab tafsir klasik yang menggunakan metode tahlili adalah:
- Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, karangan Imam Ibn Jarir al-Thabari.
- Ma’alim al-Tanzil atau al-Tafsir al-Manqul, karangan Imam al-Baghawi.
- Mafatih al-Ghaib, karangan Imam Fakhrur Razi.
- Keistimewaan Metode Tafsir Tahlili
Keistimewaan metode tafsir tahlili yang banyak dilakukan oleh para ulama dapat dirangkum sebagai berikut:
- Sumber yang bervariasi.
- Analisa mufassir.
- Kekayaan arti kosa-kata dalam al-Qur’an.
- Luas dan detail.
- Kelemahan Tafsir Tahlili
- Peluang untuk masuknya israiliyyat lebih besar.
- Peluang untuk masuknya informasi yang tidak penting lebih besar.
- Bertele-tele.
- Membutuhkan wadah, kata dan waktu yang relatif lebih besar.
- Metode Tafsir Ijmali
- Pengertian Tasfir Ijmali
Kata Ijmali secara bahasa artinya ringkas, global dan penjumlahan, maka bisa dikatakan metode tafsir ijmali ialah metode penafsiran al-Qur’an yang dilakukan dengan cara mengemukakan makna umum (global). Seorang mufassir dengan metode ini dapat menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara garis besar maksud ayat al-Qur’an.
Baca juga MTQ Bukan Sekedar Lomba Menang dan Kalah
Sistematik tafsir ijmali mengikuti sesuai urutan surat-surat dalam mushaf al-Qur’an, sehingga makna-maknanya dari hasil penafsiran dengan metode ijmali dapat saling berhubungan dan tidak terbatas.
Mufassir yang menggunakan metode ijmali dalam menyajikan penafsirannya menggunakan ungkapan-ungkapan yang diambil dari kitab suci al-Qur’an dengan menambahkan beberapa kata atau kalimat penghubung, sehingga dapat memudahkan pembaca untuk memahaminya.
Disisi lain seorang mufassir yang menggunakan metode seperti ini juga dapat meneliti asbabun nuzul (peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat), riwayat qira’at (macam-macam bacaan) dan hadits-hadits atau atsar-atsar yang berhubungan dengannya.
- Ciri-Ciri Tafsir Ijmali
Ciri-ciri dari metode ini adalah mufassir menafsirkan al-Qur`an dari awal sampai akhir tanpa perbandingan (muqarin) dan penetapan judul (maudlu’i). Dalam metode ijmali tidak ada ruang untuk mengemukakan pendapat sendiri.
- Contoh Kitab Tafsir dengan Metode Ijmali
Kitab tafsir terutama kitab tafsir kontemporer banyak yang menggunakan metode ijmali, di antara kitab tafsir yang menggunakan metode ijmali adalah:
- Al-Tafsir al-Wadlih ditulis oleh Dr. Muhammad Hijazi.
- Tafsir al-Basith oleh Dr. Wahbah Zauhaili.
- Fath al-Bayan fi Maqosid al-Qur’an ditulis oleh Dr. Shidiq Hasan Khan.
- Kelebihan Metode Tafsir Ijmali
- Praktis dan mudah dipahami praktis tanpa berbelit-belit.
- Bebas dari penafsiran isra`iliyyat, dikarenakan ringkasnya penafsiran.
- Menggunakan bahasa yang singkat dan dekat dengan bahasa al-Qur`an.
- Kelemahan Metode Tafsir Ijmali
- Kurang diperhatikan kaitan antara satu ayat dengan ayat-ayat yang lain.
- Ruangan penafsiran terbatas untuk penjelasan yang memadai.
Penutup
Tafsir tahlili merupakan metode penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala bentuk aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan, serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan seorang mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
Sedangkan metode ijmali sebagaimana yang disebutkan oleh al-Farmawi dalam kitab al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudlu’i adalah sebuah metode penafsiran al-Qur’an yang digali dan disajikan dengan cara mengemukakan makna umum (global).
Kedua metode ini terus berkembang hingga dewasa ini, walaupun dari kedua metode ini memiliki sisi kekurangan, namun tidak lepas juga, bahwa keduanya memiliki sisi keistimewaan. Artinya lepas dari sisi kekurangannya dalam metode penafsiran, keduanya sangat baik dan penting untuk diketahui dan diajarkan.
Sangat penting, bahwa surat-surat dalam mushaf al-Qur’an pasti diawali dengan huruf ba’-nya “bismillah arrahmaan arrahiih” dan diakhiri dengan huruf sin dari surat “annas”, kedua huruf tersebut jika digabunggkan akan menjadi sebuah kata yaitu; lafad “bas” searti dengan lafad “kifaayah” yaitu cukup.
Akhiran, Pelajari al-Qur’an dengan sungguh-sungguh niscaya akan mencukupimu di dunia dan akhirat.
Sumber
Diambil dari kajian LPQNU Sudan dengan narasumber H. Muhammad Dzakwanul Faqih, B,Sh. M.A. pada 16 Agustus 2019
Referensi
Abdul Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’i, Kairo: al-Hadharah al-Arabiyah, 1977.
Abuna al-Syaihk Abdurrahim al-Rukaini dalam sebuah Khitobah-nya.
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir: Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progresif, 2005.
Mana’ Khalil al-Qaththan, Mabahis fi Ulum al-Qur’an, Mesir: Maktabah Wahbah, tthn.
Usman, Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2009.
Baca juga MTQ Virtual Tingkat PCINU Sedunia
Bagikan ini:
- Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)
- Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru)